Family

Family

Minggu, 29 Maret 2015

Makalah Thypoid



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Demam tifoid  menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi di negara yang sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan kekurangan air bersih yang dapat diminum.  Diagnose dari pelubangan penyakit tipus dapat sangat berbahaya apabila terjadi selama kehamilan atau pada periode setelah melahirkan. Kebanyakan penyebaran penyakit demam tifoid ini tertular pada manusia pada daerah – daerah berkembang, ini dikarenakan pelayanan kesehatan yang belum baik, hygiene personal yang buruk. Salah satu contoh yaitu di Negara Nigeria, dimana terdapat 467 kasus dari tahun 1996 sampai dengan 2000.
Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di negara-negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian wilayah dunia, seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid di Asia.
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene buruk. Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar Typhi (S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A). CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.
Dua dekade belakangan ini, dunia digemparkan dengan adanya laporan Multi Drug Resistant (MDR) strains S.Typhi. strain ini resisten dengan kloramfenikol, trimetropim-sulfametoksazol, dan ampicillin. Selain itu strain ressisten asam nalidixat juga menunjakan penurunan pengaruh ciprofloksasin yang menjadi endemik di India. United State, United Kingdom dan juga beberapa negara berkembang pada tahun 1997 menunjukan kedaruratan masalah globat akibat MDR.
Morbiditas di seluruh dunia, setidaknya 17 juta kasus baru dan hingga 600.000 kematian dilaporkan tiap tahunnya. Di negara berkembang, diperkirakan sekitar 150 kasus/ juta populasi/ tahun di Amerika Latin. Hingga 1.000 kasus/ juta populasi/ tahun di beberapa negara Asia. Penyakit ini jarang dijumpai di Amerika Utara, yaitu sekitar 400 kasus dilaporkan tiap tahun di United State, 70% terjadi pada turis yang berkunjung ke negara endemis. Di United Kingdom, insiden dilaporkan hanya 1 dalam 100.000 populasi.
Di Indonesia, demam tifoid masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan. Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal . Di Indonesia selama tahun 2006, demam tifoid dan demam paratifoid merupakan penyebab morbiditas peringkat 3 setelah diare dan Demam Berdarah Dengue.
Kejadian demam tifoid meningkat terutama pada musim hujan.Usia penderita di Indonesia (daerah endemis) antara 3-19 tahun (prevalensi 91% kasus). Dari presentase tersebut, jelas bahwa anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam tifoid. Demam tifoid sebenarnya dapat menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya menyerang anak usia lebih dari 5 tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak.
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian antibiotika, namun perlu juga asuhan keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan demam tifoid.
1.2              Rumusan Masalah
1.2.1         Apa pengertian demam tifoid?
1.2.2         Apa saja penyebab demam tifoid?
1.2.3         Bagaimana gejala dan tanda demam tifoid?
1.2.4         Bagaimana manifestasi klinis dari demam tifoid?
1.2.5         Komplikasi apa saja yang terjadi pada penderita demam tifoid?
1.2.6         Bagaimana penanganan atau pencegahan demam tifoid?

1.3              Tujuan
1.3.1         Untuk mengetahui pengertian demam tifoid
1.3.2         Untuk mengetahui apa saja penyebab dari demam tifoid
1.3.3         Untuk mengetahui gejala dan tanda  yang terjadi pada demam tifoid
1.3.4         Untuk mengetahui manifestasi klinis dari demam tifoid
1.3.5         Untuk mengetahui komplikasi yang disebabkan oleh demam tifoid
1.3.6         Untuk mengetahuipemeriksaan apa saja yang baik untuk penderita demam tifoid
1.3.7         Untuk mengetahui pencegahan atau penanganan demam tifoid








BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian
Thipoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.(Mansjoer, 2000: 432).
Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai denganbakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukanmikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan salmonella thypi, ditandaiadanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.(Soegijanto, 2002: 1).
Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir usus,dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh.(Tambayong, 2000: 143).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi.( Ovedoff, 2002: 514).
2.2       Penyebab
Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70C maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu :
2.2.1         antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar
2.2.2         antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
2.2.3         antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis
2.3       Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.
2.4       Manifestasi Klinik
2.4.1         Demam  lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam  tinggi.
2.4.2         Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
2.4.3         Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
2.4.4         Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
2.4.5         Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
2.4.6         Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.
2.5       Komplikasi
Dapat terjadi pada :
2.5.1         Di usus halus
Umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu :
a.         Perdarahan usus
                Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
-          Penurunan TD dan suhu tubuh
-          Denyut nadi bertambah cepat dan kecil
-          Kulit pucat
-          Penderita mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel
b.         Perforasi usus
                  Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum.
c.          Peritonitis
                Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan:
-          Nyeri perut hebat
-         Kembung
-          Dinding abdomen tegang (defense muskulair)
-          Nyeri tekan
-          TD menurun
-          Suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang
        Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
2.5.2    Diluar usus halus
a.                   Bronkitis, terjadi pada akhir minggu pertama.
b.                   Bronkopneumonia, kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder
c.                   Kolesistitis
d.                   Tifoid ensefalopati, gejala : kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi
e.                   Meningitis, gejala : bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis, panas, diare, kelainan neurologis.
f.                    Miokarditis
g.                   Karier kronik
2.6       Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
2.6.1    Pemeriksaan darah tepi
2.6.2    Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
2.6.3    Uji serologis
2.6.4    Pemeriksaan kuman secara molekuler.






BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Demam tifoid adalah suatu  infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana, dan ditemukan hamper sepanjang tahun.
Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting melakukan pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama : Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.
3.2       Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan saran untuk selalu menjaga kebersih lingkungan , makanan yang dikonsumsi harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.









 DAFTAR PUSTAKA








Makalah Antraks



BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar belakang
Berbagai penyakit menular pada manusia yang bersumber dari hewan telah banyak mewabah di dunia.Istilah zoonosis telah dikenal untuk menggambarkan suatu kejadian penyakit infeksi pada manusia yang ditularkan dari hewan vertebrata. Hal inilah yang dewasa ini menjadi sorotan publik dan menjadi objek berbagai studi untuk mengkaji segala aspek yang berkaitan dengan wabah tersebut yang diharapkan nantinya akan diperoleh suatu sistem terpadu untuk pemberantasan dan penanggulangannya. Kemunculan dari suatu penyakit zoonosis tidak dapat diprediksi dan dapat membawa dampak yang menakutkan bagi dunia, terutama bagi komunitas yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat dan veteriner.
Dari sejumlah 1.415 mikroba patogen pada manusia yang diketahui, 61,6% bersumber dari hewan (Brown 2004). Sejumlah 616 mikroba patogen yang ditemukan pada hewan ternak, 77,3% diantaranya merupakan multiple spesies atau spesies yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi lebih dari satu jenis hewan. Pada karnivora domestik, dari 374 mikroba patogen, 90% diantaranya diklasifikasikan sebagai multiple spesies. Emerging zoonosis dapat dilihat secara operasional sebagai proses dua tahap. Tahap pertama adalah pemaparan suatu agen penyakit ke suatu populasi host yang baru. Tahap kedua adalah proses penyebaran lebih lanjut dari agen penyakit dalam populasi host baru tersebut. Sebagian besar dari kemunculan suatu wabah penyakit berasal dari agen yang sudah berada di lingkungan dimana agen tersebut mendapatkan kesempatan atau waktu dan kondisi yang tepat untuk kembali menginfeksi host atau populasi yang baru. Beberapa contoh kasus emerging zoonosis dewasa yang menjadi sorotan dunia antara lain antraks.
Kejadian antraks bersifat universal dimana dapat terjadi di seluruh wilayah dunia mulai dari negara yang beriklim dingin, subtropis dan tropis, pada negara yang miskin, negara berkembang hingga negara maju sekalipun.Kejadian antraks pada manusia di Indonesia hampir selalu berhubungan dengan wabah penyakit antraks pada hewan. Di Indonesia, sepanjang tahun 2001-2004, kasus antraks pada manusia dilaporkan terjadi setiap tahun.
1.2       Tujuan.
1.2.1    Mengetahui pengertian antraks.
1.2.2    Mengetahui jenis,tanda dan gejala antraks 
1.2.3    Mengetahui cara penularan antraks.
1.2.4    Mengetahui cara penanggulangan dan pengobatan antraks.

1.3       Manfaat
1.3.1    Mahasiswa dapat mengetahui definisi antraks dan etiologinya.
1.3.2    Mahasiswa dapat mengetahui cara penularan antraks terhadap manusia.
1.3.3    Mahasiswa dapat mengetahui cara penangulangan dan pengobatan antraks.














BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian
Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Antraks bermakna "batubara" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korbanakan berubah hitam. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan.Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia. Penyakit Antraks atau disebut juga Radang Lympha, Malignant pustule, Malignant edema, Woolsorters disease, Rag pickersdisease, Charbon.
Penyakit Antraks merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, sesuai dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010.
Spora Bacillus Anthrax tahan pada suhu panas di atas 43 derajat Celcius.Di dalam tanah, diketahui spora mampu bertahan sampai dengan 40 tahun. Apabila lingkungan memungkinkan, yaitu panas dan lembab maka spora dapat menjadi bentuk bakteri biasa (vegetatif) yang mampu berkembang biak (membelah diri) dengan sangat cepat. Itulah sebabnya, penyakit ini cenderung berjangkit pada musim kemarau.
Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi di Benua Asia, dengan sifat serangan sporadik. Kawasan endemik antraks di Indonesia meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang pada umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi oleh spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan sebagainya.
Antraks adalah penyakit yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis, yang hidup di tanah.Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi.Spora tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
Antraks terkadang menyerang hewan ternak yang jauh dari manusia, tetapi--sebagaimana diketahui pada 2001 antraks menyerang Amerika Serikat--antraks ditakutkan sebagai senjata biologi modern. Penularan atraks melalui daging atau kulit binatang yang terkena antraks dimakan manusia.
2.2       Etiologi
Bacillus anthracis, kuman berbentuk batang ujungnya persegi dengan sudut-sudut tersusun berderet sehingga nampak seperti ruas bambu atau susunan bata, membentuk spora yang bersifat gram positif.
Basil bentuk vegetatif bukan merupakan organisme yang kuat, tidak tahan hidup untuk berkompetisi dengan organisme saprofit.Basil Antraks tidak tahan terhadap oksigen, oleh karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh di tempat terbuka, kuman menjadi tidak aktif lagi, kemudian melindungi diri dalam bentuk spora.
Apabila hewan mati karena Antraks dan suhu badannya antara 28 -30 °C, basil antraks tidak akan didapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi kalau suhu antara 5 -10 °C pembusukan tidak terjadi, basil antraks masih ada selama 3-4 minggu. Basil Antraks dapat keluar dari bangkai hewan dan suhu luar di atas 20°C, kelembaban tinggi basil tersebut cepat berubah menjadi spora dan akan hidup. Bila suhu rendah maka basil antraks akan membentuk spora secara perlahan - lahan (Christie 1983).
Bacillus antracis penyebab penyakit antraks mempunyai dua bentuk siklus hidup, yaitu fase vegetatif dan fase spora
Fase Vegetatif
Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer. Jika spora antraks memasuki tubuh inang (manusia atau hewan memamah biak) atau keadaan lingkungan yang memungkinkan spora segera berubah menjadi bentuk vegetatif, kemudian memasuki fase berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah.Bentuk vegetatif biasa keluar dari dalam tubuh melalui pendarahan di hidung, mulut, anus, atau pendarahan lainnya.Ketika inangnya mati dan oksigen tidak tersedia lagi di darah bentuk vegetatif itu memasuki fase tertidur (dorman/tidak aktif).Jika kemudian dalam fase tertidur itu terjadi kontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri antraks membentuk spora (prosesnya disebut sporulasi). Pada fase ini juga dikaitkan dengan penyebaran antraks melalui serangga, yang akan membawa bakteri dari satu inang ke inang lainnya sehingga terjadi penularan antraks kulit, akan tetapi hal tersebut masih harus diteliti lebih lanjut.
Fase Spora
Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama fase ini bakteri dalam keadaan tidak aktif (dorman), menunggu hingga dapat berubah kembali menjadi bentuk vegetatif dan memasuki inangnya.Hal ini dapat terjadi karena daya tahan spora antraks yang tinggi untuk melewati kondisi tak ramah--termasuk panas, radiasi ultraviolet dan ionisasi, tekanan tinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia.Hal itu terjadi ketika spora menempel pada kulit inang yang terluka, termakan, atau--karena ukurannya yang sangat kecil--terhirup.Begitu spora antraks memasuki tubuh inang, spora itu berubah ke bentuk vegetatif.
2.3       Patogenesis
Setelah endospora masuk ke dalam tubuh manusia, melalui luka pada kulit, inhalasi (ruang alveolar) atau makanan (mukosa gastrointestinal), kuman akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke kelenjar getah bening regional. Pada antraks kutaneus dan gastrointestinal terjadi germinasi tingkat rendah di lokasi primer yang menimbulkan edema lokal dan nekrosis. Endospora akan mengalami germinasi di dalam makrofag menjadi bentuk vegetatif. Bentuk vegetatif akan keluar dari makrofag, berkembang biak di dalam sistem limfatik, mengakibatkan limfadenitis hemoragik regional, kemudian masuk ke dalam sirkulasi,dan menyebabkan septikemia.
Faktor virulensi utama B.anthracis dicirikan (encoded) pada dua plasmid virulen yaitu pXO1 dan pXO2. Plasmid pXO1 mengandung gen yang memproduksi kompleks toksin antraks berupa faktor letal, faktor edema, dan antigen protektif. Antigen protektif merupakan komponen yang berguna untuk berikatan dengan reseptor toksin antraks (ATR = Anthrax Toxin Receptor) di permukaan sel. Setelah berikatan dengan reseptor maka oleh furin protease permukaan sel, antigen protektif yang berukuran 83-kDa itu membelah menjadi bentuk 63-kDa dan selanjutnya bentuk itu akan mengalami oligomerisasi menjadi bentuk heptamer.
Pembelahan antigen protektif diperlukan agar tersedia tempat pengikatan FL dan atau FE. Antigen protektif yang telah mengalami pembelahan, bersama reseptornya akan melakukan pengelompokan ke dalam lipid rafts sel kemudian mengalami endositosis. Melalui lubang yang terbentuk terjadilah translokasi FE dan FL ke dalam sitosol yang selanjutnya dapat menimbulkan edema, nekrosis, dan hipoksia. FE merupakan calmodulin-dependent adenylate cyclase yang mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cy-clic adenosine monophosphate (cAMP) yang menyebabkan edema. FE menghambat fungsi netrofil dan aktivitas oksidatif sel polimormonuklear (PMN). FL merupakan zinc metal-loprotease yang menghambat aktifitas mitogen-activated protein kinase kinase (MAPKK) in vitro dan dapat menyebabkan hambatan signal intraselular. FL menyebabkan makrofag melepaskan tumor necrosis-α (TNF-α) dan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan salah satu faktor penyebab kematian mendadak. Sebagai respon terhadap toxin, tubuh akan membentuk cytokines(TNF-α, dan IL-1) dan vasodilator substance (nitric oxide, prostaglandin E₂, prostacycline) yang disebut juga proinflamatory cytokines. Pada waktu yang bersamaan tubuh membentuk anti inflamatory cytokines (IL-10, IL-11, IL-13 dsb). Bila keduanya seimbang akan terjadi homeostasis, bila proinflamatory lebih dominan, maka akan terjadi Systemic Inflamatory Respons (SIRS). Plasmid pXO2 mengkode tiga gen (capB, capC dan capA) yang terlibat dalam sintesis kapsul polyglutamyl. Kapsul menghambat proses fagositosis bentuk vegetatif B.anthracis.
2.4       Gejala
Gejala umum penyakit antraks terjadinya demam dengan suhu badan yang tinggi dan hewan kehilangan nafsu makan. Sedangkan gejala yang bersifat khs: gemetar, ngantuk, lumpuh, lelah, kejang-kejang, mulas, bercak merah pada membran mukosa, mencret disertai darah, sulit bernapas sehingga mati lemas dan terdapat bisul yang makin membesar berisi nanah kental berwarna kuning. Manusia yang terinfeksi dan menderita penyakit antraks ditandai dengan gejala: suhu badan tinggi, mual-mual dan terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar leher, dada dan ketiak.
Rata-rata masa inkubasi antraks lebih dari 7 hari, bisa juga 60 hari bahkan lebih tergantung lamanya gejala terbentuk.
Gejala klinis antraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru dan antraks meningitis.
2.4.1    Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)
Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian antraks di Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam, kering yang disebut Eschar (patognomonik). Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional.Apabila tidak mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20%.
2.4.2    Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)
Masa inkubasi 2-5 hari.Penularan melalui makanan yang tercemar kuman atau spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan sebagainya, yang tidak dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang kurang bersih yang tercemar kuman atau spora antraks.Penyakit ini dapat berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam waktu kurang dari 2 hari.Angka kematian tipe ini berkisar 25-75%.
Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut yang kadang-kadang disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan keras, kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem scrotum serta sering dijumpai pendarahan gastrointestinal..
2.4.3    Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)
Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis antraks paru-paru sesuai dengan tanda-tanda bronchitis.Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor, keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat.Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.
2.4.4    Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax)
Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya lesi primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat terjadi antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan kesadaran dan kaku kuduk.
2.5       Cara Penularan
Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora.Manusia terinfeksi antraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks.Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu.
Pada hewan-hewan pemakan rumput, lapangan penggembalaan yang tercemar Bacillus Anthrax (B.a) merupakan media penyaluran penyakit yang paling efektif.B.a. masuk ke dalam tubuh lewat pakan atau air minum melalui mulut. Nanah yang keluar dari bisul pecah banyak mengandung B.a. dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Darah ternak yang positif sakit antraks banyak mengandung B.a. sehingga melakukan penyembelihan memungkinkan darah menyebar dan merupakan sumber penularan penyakit.
Penularan penyakit antraks pada manusia pada umumnya karena manusia mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang mengidap penyakit tersebut. Meskipun hanya mengonsumsi dalam jumlah kecil, B.a. mempunyai daya menimbulkan penyakit sangat tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah akibat: kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan (alkohol), kepayahan, iklim yang jelek (sangat dingin/panas) dan cekaman (stres).
Disamping itu penularan pada manusia dapat melalui luka.Seyogianya peternak yang memiliki luka pada bagian tubuhnya tidak masuk kandang ternak atau merawat ternak yang diduga terserang penyakit antraks.Penularan penyakit dari manusia ke manusia jarang terjadi meskipun ada kontak langsung dengan penderita.
Antraks atau dikenal dengan radang limpa pada hewan dapat menyerang hewan: Sapi, Babi, Kuda, Kerbau, Kambing, Domba, Binatang buas, Burung unta, itik dan Angsa.
Tanda-tanda Ternak Terserang Antraks adalah kematian mendadak tanpa disertai tanda-tanda sebelumnya, keluar darah dari dubur, mulut, dan lubang hidung, darah berwarna merah tua seperti ter. Pembengkakan di daerah leher, dada dan sisi lambung (limpa), pinggang dan alat kelamin luar.
Pada penyakit antraks yang berlangsung perakut domba dan sapi banyak yang mengalami kematian dalam waktu singkat. Proses yang berlangsung perakut tersebut biasanya ditandai dengan gejala klinis berupa hewan tiba-tiba menjadi lemah secara mendadak, demam, sesak nafas dapat juga disertai kekejangan dan keluarnya darah dari lubang-lubang tubuh. Kematian berlangsung dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
Beberapa penderita dapat pula mengalami keluron dan mungkin akan mengalami pembengkakan oedematous yang lunak dan panas pada jaringan di bawah kulit, terutama pada bagian bawah perut dan pinggang. Lesi tersebut tidak menghasilkan suara krepitasi pada saat dilakukan palpasi, hal ini disebabkan karena bacillus anthracis tidak membentuk gas.Pada beberapa kasus juga ditemukan adanya tinja berdarah.
Kejadian antraks pada kuda juga memiliki gejala klinis sebagaimana disebutkan.Hewan biasanya juga menunjukkan gejala klinis seperti kolik.Kematian dapat terjadi sehari ataupun lebih lama bila dibandingkan dengan penyakit pada ruminansia.
Pada Babi, penyakit biasanya berlangsung lebih ringan dan berbentuk sebagai faringitis dan bersifat subakut. Septisemia tidak ditemukan pada babi Radang yang terdapat pada kelenjar limferegional yang bersifat septic akan menghilang secara spontan, meskipun tidak ada pemberian antibiotika.
Penyakityang ditimbulkan oleh Bacillus anthracis yaitu antraks kulit,  saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan dapat sampai ke otak yang disebut antraks otak atau meningitis. Antraks kulit terjadi karena disebabkan infeksi pada kulit sehingga spora Bacillus anthracis dapat masuk melalui kulit.Antraks saluran pencernaan yang disebabkan karena spora Bacillus anthracis yang tebawa oleh makanan yang telah terinfeksi dan sampai ke saluran pencernaan.Antraks saluran pencernaan yang disebabkan karena spora Bacillus anthracis yang terhirup.
Adapun pada manusia penularan penyakit antraks seringnya melalui hal-hal sebagai berikut :
2.5.1    Kontak langsung dengan bibit penyakit yang ada di tanah atau rumput, hewan yang sakit, maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit  seperti kulit, daging, tulang dan darah.
2.5.2    Bibit penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu mensortir. Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora Antraks.
2.5.3    Memakan daging hewan yang sakit atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll.
2.6       Pencegahan dan Pengobatan
2.6.1    Langkah Pencegahan
Langkah pencegahan dimaksudkan agar ternak-ternak yang ada tidak tertular penyakit antraks selama jangka waktu tertentu.Dengan meningkatkan kekebalan ternak setelah dilakukan suntikan pencegahan menggunakan vaksin tertentu secara periodik.Untuk kawasan endemik antraks, vaksinasi seharusnya diulang setiap tahun secara kontinyu.Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kemudahan dan ketersediaan vaksin.Untuk itu, Dinas Peternakan atau Pertanian harus bertanggung jawab dalam pengadaan vaksin.
Pemberian vaksin antraks, kepada :
ü    Orang yang bekerja langsung di laboratorium
ü    Orang yang bekerja dengan kulit atau bulu hewan yang diimpor atau di daerah dimana standar tidak cukup untuk mencegah infeksi spora antraks
ü    Orang yang menangani produk hewan yang berpotensi terinfeksi di daerah daerah insiden tinggi
ü    Anggota militer yang dikerahkan ke daerah daerah dengan resiko tinggi untuk terkena
ü    BioThrax atau Antraks vaksin diserap a. Dibuat oleh Bioport dan jalur paparan tidak penting
ü    Diberikan secara subkutan 5 mL pada minggu 0,2 dan 4 dan pada bulan 6, 12, dan 18 serta dosis tinggi pada interval 1 tahun.
2.6.2    Langkah pengobatan
Bacillus anthracis kerentanannya terhadap hampir semua antibiotika sangatlah tinggi.Yang paling disukai adalah dengan clindamycin yang mempunyai aktivitas terhadap Bacillus anthracis dan potensi anti-eksotoksin.Pengalaman beberapa pasien menunjukkan respon yang lebih bagus ketika clindamycin 600 mg (iv)/ 8 jam atau 300 mg (po)/8 jam plus rifampicin 300 mg (po)/12 jam plus golongan quinolone (levofloksasin).
Peniciline masih merupakan antibiotika yang paling ampuh, dengan cara pemberian tergantung tipe dan gejala klinisnya, yaitu:
ü    Antraks Kulit
Ø    Procain Penicilline 2 x 1,2 juta IU, secara IM, selama 5-7 hari
Ø    Benzyl Penicilline 250.000 IU, secara IM, setiap 6 jam, sebelumnya harus dilakukan skin test terlebih dahulu.
Ø    Apabila hipersensitif terhadap penicilline dapat diganti dengan tetracycline, chloramphenicol atau erytromicine.
ü    Antraks Saluran Pencernaan & Paru
Ø    Penicilline G 18-24 juta IU perhari IVFD, ditambahkan dengan Streptomycine 1-2 g untuk tipe pulmonal dan tetracycline 1 g perhari untuk tipe gastrointestinal.
Ø    Terapi suportif dan simptomatis perlu diberikan, biasanya plasma expander dan regimen vasopresor. Antraks Intestinal menggunakan Chloramphenicol 6 gram perhari selama 5 hari, kemudian meneruskan 4 gram perhari selama 18 hari, diteruskan dengan eritromisin 4 gram perhariuntuk menghindari supresi pada sumsum tulang.
2.6.3    Langkah Pengawasan
Langkah ini untuk memantau kesehatan ternak secara umum di suatu wilayah (dukuh, desa, kecamatan), khususnya terhadap penyakit antraks.Petugas Dinas Peternakan/Pertanian harus mampu merangkul seluruh anggota kelompok tani ternak di wilayahnya agar mau melaporkan kondisi kesehatan ternaknya dari waktu ke waktu.Peternak harus diyakinkan bahwa ternak yang keluar (dijual) atau yang masuk (dibeli) benar-benar dalam keadaan sehat.
Pengawasan lalu lintas ternak antarprovinsi hendaknya lebih diperketat, agar ternak-ternak yang sakit tidak berpindah wilayah sehingga penyebaran penyakit dapat dicegah.Pemerintah hendaknya menerapkan dengan ketat pengawasan kesehatan masyarakat veteriner, dengan penyembelihan ternak dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan melalui pemeriksaan kesehatan prapenyembelihan dan pascapenyembelihan.Hanya daging yang berasal dari ternak yang sehat yang boleh diperdagangkan dan dikonsumsi.Pelanggaran dari larangan ini dapat dikenakan pidana berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2.6.4    Pembinaan dan Bimbingan
Hubungan baik antara petugas atau tim pembina dan pembimbing dengan masyarakat peternak harus tetap dipelihara dan dipupuk, melalui kegiatan pendidikan atau pelatihan, penyuluhan maupun sarasehan secara berkala, utamanya di kawasan endemik antraks. Langkah pembinaan dan pembimbingan tersebut antara lain dengan mengadakan kegiatan:
ü    Sosialisasi Undang-undang Republik Indonesia No 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner. Sosialisasi hendaknya dilakukan secara menarik sehingga hak dan kewajiban peternak dapat dipahami dan disadari dengan baik.
ü    Penyuluhan tentang manajemen zooteknis ternak potong (sapi, kerbau, kambing, domba dan babi) dengan tekanan pada manajemen pencegahan dan penanganan penyakit.
ü    Pelatihan usaha ternak potong guna meningkatkan keterampilan peternak, meliputi: sistem perkandangan, pakan, pemeliharaan, penyakit dan penanggulangannya, pengaturan produksi/panen serta analisis ekonomi.
Dengan kegiatan ini maka peternak akan merasa diperhatikan dan menjadi lebih tahu sehingga lebih mudah dilibatkan dalam upaya pengendalian penyakit antraks.(Dr.Ir. Djarot Harsojo Reksowardojo MS/ Fakultas Peternakan Undip-35)
Langkah Penanganan terhadap Kawasan Penyakit Antraks:
ü    Penutupan wilayah terhadap lalu lintas (keluar-masuk) ternak maupun lalu lintas umum.
ü    Mengisolasi ternak yang sakit pada suatu tempat yang terpindah dari lalu lintas ramai.
ü    Penyucihamaan ternak yang sakit, dengan cara: lantai ditaburi kapur, membuka atap kandang hingga sinar matahari dapat menjangkau seluruh luasan kandang selama pengistirahatan kandang dan gunakan desinfektan yang sesuai untuk seluruh permukaan dan bagian kandang.
ü    Segera lakukan vaksinasi terhadap seluruh ternak yang masih sehat di seluruh kawasan.
ü    Jangan melakukan otopsi atau bedah mayat karena berisiko tinggi terhadap penyebaran
ü    Yakinkan tidak ada ternak sakit yang disembelih dan dagingnya dikonsumsi oleh masyarakat. Bila ada, segera bawa konsumen ke rumah sakit untuk mendapat penanganan atau perawatan selanjutnya.
ü    Bakar bangkai ternak yang mati sampai habis atau kubur pada kedalaman 2,50 m di dalam tanah. Sebelum bangkai ditimbun dengan tanah, tutuplah dengan kapur atau disiram dengan larutan formalin.
ü    Bunuh segera ternak yang dalam keadaan sakit parah.
ü    Obati ternak yang terserang pada gejala awal dan isolasikan.
ü    Tutup padang atau lapangan penggembalaan dari aktivitas merumput.

















BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
3.1.1    Antraks merupakanpenyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi. Spora tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
3.1.2    Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora. Manusia terinfeksi antraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks. Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu. Penularan penyakit antraks pada manusia pada umumnya karena manusia mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang mengidap penyakit tersebut. Meskipun hanya mengonsumsi dalam jumlah kecil, B.a. mempunyai daya menimbulkan penyakit sangat tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah akibat: kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan (alkohol), kepayahan, iklim yang jelek (sangat dingin/panas) dan cekaman (stres).  Disamping itu penularan pada manusia dapat melalui luka. Seyogianya peternak yang memiliki luka pada bagian tubuhnya tidak masuk kandang ternak atau merawat ternak yang diduga terserang penyakit antraks. Penularan penyakit dari manusia ke manusia jarang terjadi meskipun ada kontak langsung dengan penderita.
3.1.3    Cara penanggulangan antraks dapat melalui upaya – upaya , antara lain pemberian vaksin kepada orang – orang yang dapat menjadi agent penular antraks, pemberian obat misalnya penicilin dengan dosis yang tepat, melakukan pengawasan, bimbingan dan penyuluhan.
3.2       Saran
Masyarakat dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ternak harus berhati – hati.Selalu memakai alat pelindung diri dan menjaga hygiene perorangan agar tidak terkena spora Bacillus anthracis.Banyak membaca informasi tentang antraks diharapkan dapat lebih meningkatkan pemahaman dan pecegahan secara dini. Jika terjadi infeksi segera di bawa ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan dan di harapkan tidak menular kepada yang lain.



















DAFTAR PUSTAKA

BUKU-20PEDOMAN-20KLB-20EPID-20PENYAKIT-202011
BUKU SAKU ANTRAKS BAGI PETUGAS PUSKESMAS TERBITAN DINAS KESEHATAN TAUN 2010.